PROOFDAILY – Malam itu angin berhembus sepoi-sepoi, menggerakkan daun-daun tua di langgar yang sudah lama tak terurus di pinggiran desa Kedungjaya. Langgar tersebut telah berdiri sejak zaman penjajahan, dan kini hanya menjadi saksi bisu cerita-cerita lama yang tak lagi diingat. Namun, ada satu legenda yang tetap hidup di benak warga: kisah pocong yang menuntut janji kuno.
Menurut cerita, langgar itu adalah tempat pemakaman terakhir seorang pemuda yang meninggal secara mendadak. Sebelum kepergiannya, ia berjanji akan menikahi kekasihnya. Namun, takdir berkata lain, dan janji itu tak pernah terpenuhi. Warga percaya, jiwa pemuda tersebut tidak pernah tenang, terjebak dalam kain kafannya, menunggu janji yang tak kunjung datang.
Suatu malam, Jaka, seorang pemuda pemberani dari desa itu, memutuskan untuk menguji keberanian dirinya. “Hanya cerita tua,” gumamnya, sambil menghampiri langgar tersebut. Langit telah gelap, memberikan suasana yang sempurna untuk tantangannya.
Jaka memasuki langgar dengan langkah yang berat, getar di hatinya mulai terasa. Ia merasa seperti ada mata yang memerhatikannya, namun setiap ia menoleh, tak ada apa-apa selain bayangan dan reruntuhan. “Cukup sudah,” ujar Jaka, hendak berbalik pulang.
Tiba-tiba, angin malam yang tadinya sepoi berubah menjadi hembusan kencang yang dingin menusuk tulang. Jaka merasakan bulu kuduknya berdiri. Sebuah suara pelan terdengar, seperti rintihan kesedihan yang mendalam. Jaka, dengan napas yang tercekat, memutar badan, dan apa yang ia lihat membuat darahnya membeku.
Di ambang pintu, terdapat sosok berkain putih, matanya kosong, mengambang beberapa inci dari tanah. Pocong itu, dengan kepala terdongak ke belakang, seakan menatap langsung ke dalam jiwa Jaka. Detik berikutnya, pocong itu melompat, sebuah gerakan yang tidak mungkin bagi manusia biasa.
Jaka berlari sekuat tenaga, teriakannya tenggelam oleh bisikan angin malam. Warga desa yang mendengar kekacauan itu bergegas keluar, hanya untuk menemukan Jaka pingsan di bawah pohon beringin tua, dengan wajah pucat dan mata terbuka lebar dalam ketakutan.
Cerita tersebut segera menyebar, memperkuat legenda pocong di langgar tua. Sejak malam itu, tak seorang pun berani mendekati langgar setelah matahari terbenam, takut akan teror pocong yang mungkin masih menunggu, menuntut janji yang terlupakan.